KPK masih terus mendalami kasus Hambalang hingga saat ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak adanya pengaruh politik dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Bukit Hambalang, Jawa Barat. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, di kantor KPK, Jumat (18/1).
“Penegak hukum harus tahu politik, tapi nggak boleh terpengaruh itu,” kata Zulkarnain.
Meski begitu, Zulkarnain mengakui adanya perbedaan pendapat dalam menangani kasus Hambalang. Namun menurutnya, perbedaan pendapat itu tidak harus menyebabkan perpecahan di antara pimpinan KPK.
“Dinamika pemikiran itu kan jelas ada. Kita ambil positif dan dinamisnya,” kata Zulkarnain.
Soal perkembangan penanganan kasus Hambalang sendiri, Zulkarnain menjelaskan bahwa saat ini KPK tengah mendalami kasus tersebut.
“Pendalaman menyeluruh, dalam artian pengadaan alat dan jasa, baik pengelolaan maupun pembangunan fisik,” ungkapnya.
Kasus Hambalang diketahui diduga melibatkan petinggi Partai Demokrat (PD), salah satunya adalah Ketua Umum PD Anas Urbaningrum. Setidaknya berdasarkan ungkapan beberapa pihak, Anas diduga terlibat sekaligus menikmati hasil korupsi Hambalang.
Dalam kasus ini, pada 7 Desember 2012 lalu, KPK telah menetapkan Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan, pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang tahun anggaran 2010-2012. Andi ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Menpora dan pengguna anggaran proyek Hambalang.
Andi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3 mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara. Sementara pasal 2 ayat 1 melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain. KPK pun mengeluarkan surat perintah cegah terhadap Andi Mallarangeng.
Sementara sebelumnya, KPK telah pula menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, sebagai tersangka kasus pengadaan dan pembangunan sarana dan prasarana P3SON Bukit Hambalang. Deddy ditetapkan tersangka terkait jabatannya sebagai Kepala Biro Perencanaan Kemenpora.
Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). Kepada Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
KPK sendiri mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun.
Pertama adalah pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Pengadaan proyek Hambalang sendiri ditangani oleh Kerja Sama Operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 70 orang.
Antara lain adalah eks-Kepala BPN Joyo Winoto; anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono; Sekretaris Departemen Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat, Munadi Herlambang; Menpora Andi Mallarangeng; hingga istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yaitu Athiyya Laila.
KPK juga sudah dua kali memeriksa Anas, namun yang bersangkutan membantah terlibat dalam kasus Hambalang.